Awal Sebuah Cerita di Kota Samarinda
Semua berawal dari sebuah
mimpi yang tak kesampaian.
Tahun 2013 adalah tahun dimana
saya dipertemukan dengan sebuah pilihan untuk menentukan langkah hidup
selanjutnya. Iya, saya lulus sekolah menengah kejuruan, lulus dari sebuah
sekolah menengah kejuruan yang terpencil di daerah tertinggal di Pulau Nias.
SMK negeri 1 Bawolato
Jauh sebelum masuk sekolah
menengah kejuruan, saya mempunyai sebuah impian untuk menjadi seorang anggota
polisi, bisa dikatakan cita-cita sejak dini. Sedikit agak susah untuk
menjelaskan kenapa saya ingin menjadi anggota polisi. Sejak kecil orang tua
sangat suport impian saya hingga sampai pada titik realitas berbicara jujur.
Memasuki bangku kelas 3 SMK ada suasana yang berbeda ketika saya membahas
cita-cita saya pada orantua, suasana yang kaku dan sukar, susah untuk menjadi
sebuah topik pembahasan di malam hari ketika habis makan malam bersama. Seolah
topik tersebut menjadi sebuah masalah dan menghilangkan kebahagiaan ketika
melepas lelah di malam hari dari hiruk-pikuk kehidupan seharian. Awal mula saya
mulai sadar dari realitas impian saya berbicara lain, moril dan materi sedang
tidak satu pendapat untuk soport impian saya.
Singkat cerita, Saya dinyatakan
lulus dan harus menetukan pilihan untuk melangkah kearah mana kapal kehidupan
ini berlayar, kehidupan banyak menawarkan pilihan di benak namun tidak pada
langkah menuju impian yang diharapkan sejak awal. Masih sangat jelas dalam
sebuah memori yang disebut ingatan ketika saya memberanikan diri untuk
menanyakan kepada orangtua tetang impian saya, saya pastikan itu untuk
terakhirkalinya untuk membahas lebih jelas tetang impian saya karena diskusi
sebelumya hanya abu-abu dalam pikiran saya walaupun itu mengerucut hanya
menjadi mimpi. Ibu berkata “Nak, itu
impian yang tak mungkin untuk kita capai dengan kondisi ekonomi kita!” Seketika
hening, dalam pandanganku dunia terasa gelap, semua rasa bercampur dalam hati,
kecewa, sedih, marah, bahkan putus asa, yang saya tahu impian saya dari kecil
di detik itu berhenti. Susah untuk mendeskripsikan bagaimana yang saya rasakan
kala itu, titik dimana rasa putus asa yang teramat dalam untuk menjalani hidup.
Sering terbentang pertanyaan dalam benak “buat
apa kehidupan ini lagi” Namun satu hal yang pasti tidak pernah terbesit
dalam pikiran untuk mengakhiri hidup.
Salah satu pilihan selanjutnya
adalah lanjut kuliah yang tujuannya tidak tahu buat apa kuliah, apa gunanya
kuliah dan kuliah itu apa. Sebuah hal yang akan dijalani tapi tidak pernah
terpikirkan sebelumnya. Waktu itu pilihan hanya masuk PTN (Perguruan Tinggi
Negeri) karena untuk masuk PTS (Perguruan Negeri Swasta) secara finansial tidak
mendukung. Pilihannya lulus PTN atau menambah angka pengangguran.
Bulan April, saya memutuskan
untuk mengikuti bimbingan belajar masuk PTN di kota medan. Dengan perasaan
belum move on dari impian yang menjadi mimpi saya mengikuti bimbingan belajar.
Dan ini pertamakalinya saya merantau dan pisah dari keluarga. Waktu itu menjadi
proses untuk beradaptasi dan move on dari patah hati degan mimpi yang tak
terwujud, dan patah hati dari putus cinta juga tidak luput. Untuk menetukan
pilihan jurusan dan universitas menjadi dilema ketika mendaftar ujian masuk
PTN, banyak konseling dan motivasi berdatangan termasuk dari Kakak pertama yang
tiada henti memberikan pencerahan dengan pilihan jurusan dan universitas. Fyi,
yang menjadi pertimbangan bukan hanya minat dan passion tetapi pasing grade
jadi pertimbangan juga. Dan singakt cerita saya dinyatakan lulus di salah satu
universitas yang ada di tanah Borneo dengan jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan, kecewa kembali lagi merasuki hidup karena jurusan yang di harapkan
tidak sesuai, yang saya ingikan adalah jurusan teknik komputer atau teknik
informatika karena sesuai jurusan waktu SMK.
Bersambung…>>>
Komentar
Posting Komentar